UU Omnibus Law  Mendesak Diterapkan di Indonesia

  • 21 Januari 2020
  • 19:15 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1868 Pengunjung
google

Opini,suaradewata.com - Pemerintah dan DPR terus mengenjot penyederhanaan regulasi melalui pendekatan Omnibus Law. UU Omnibus Law diyakini mampu mempermudah segala perizinan yang sebelumnya terhambat oleh regulasi yang saling tumpang tindih. Berkaca pada kesimpulan tersebut, maka UU Omnibus Law mendesak untuk diterapkan di Indonesia.

Bagi pihak-pihak yang telah mengetahui konsep dasar Omnibus Law, tentunya akan sangat mendukung. Bukan hanya akan menyederhanakan segala regulasi maupun carut marut aturan yang ada. Namun, juga memicu pertumbuhan ekonomi nasional dan menyelesaikan masalah bangsa. Namun masih saja ada celah bagi orang, kelompok maupun pihak untuk memberikan sikapnya yang berbeda. Masalahnya, kritik tersebut seolah kurang pas. Karena pertanyaanya seperti di luar topik, untungnya pemerintah selalu legowo untuk kembali menegaskan, apa itu konsep Omnibus law yang digadang-gadang bakal bikin Indonesia maju.

Sebelumnya,  Pengamat Kebijakan Publik dan Praktisi Hukum, Dwi Saputro Nugroho turut menyambut baik rencana pemerintah untuk menerapkan konsep Omnibus Law. Kebijakan tersebut dinilai tepat karena akan meningkatkan perekonomian negara terutama dari sektor investasi.  

Pihaknya mengatakan Omnibus Law adalah kebijakan yang berbentuk Undang-undang (UU) yang dibuat guna menyasar satu isu besar dan dimungkinkan dapat mencabut atau mengubah beberapa UU sekaligus sehingga menjadi lebih ringkas dan sederhana. Menurut Dwi, penggunaan skema omnibus law sepertinya mampu menjawab permasalahan tumpang tindih aturan perundang-undangan di Indonesia.

Kendati demikian, tetap dibutuhkan antisipasi dan kesiapan yang matang agar kebijakan tersebut tidak merugikan perekonomian negara. Mengingat, perlu adanya mega diskusi dan melibatkan seluruh pihak untuk menghasilkan perencanaan yang matang.

Ia mengatakan saat ini masih ditemukan sejumlah kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang terkesan tidak beraturan, sehingga mengakibatkan stagnannya investasi. Maka dari itu perlu ada penerapan Omnibus Law agar semua persoalan yang berkaitan dengan kebijakan guna meningkatkan perekonomian negara. Dwi Nugroho berharap tidak ada lagi halangan terkait perizinan investasi baik dari dalam maupun luar negeri sehingga ekonomi negara tetap stabil.

Sementara itu, massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) kembali menggelar aksi untuk menolak omnibus law Cipta Lapangan Kerja di depan Gedung DPR RI. Dan Badan Legislasi (Baleg) DPR menyatakan siap menerima aspirasi para buruh.

Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi (Awiek) menyatakan jika hal ini sebagai penyampaian aspirasi sah-sah saja agar disampaikan sesuai ketentuan UU, yang penting tidak berujung tindakan anarkis.

Awiek mengatakan pihaknya akan mendengarkan apa yang menjadi keluhan para buruh. Namun, hingga saat ini, draf omnibus law dari pemerintah belum diterima oleh pihak DPR. Hal ini dikarenakan masih menunggu pengesahan Prolegnas prioritas.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja yang termasuk salah satu omnibus Law, ditengarai ramai ditolak buruh. Pasalnya, RUU ini dianggap tidak berpihak kepada buruh, melainkan pengusaha. Salah satu narasi yang beredar, UU tidak mencantumkan hak cuti hamil bagi buruh perempuan.

Sebelumnya, selaku Koordinator Nasional Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi, dengan tegas menolak RUU Cipta Lapangan Kerja yang akan disahkan DPR RI. Ia menilai strategi RUU dengan cara omnibus law tidak berpihak bagi kaum perempuan. 

Salah satu yang menjadi perhatian Ika ialah terkait hak cuti hamil. Menurutnya, dalam omnibus law tidak dijelaskan secara jelas soal fasilitas khusus yang didapat pekerja perempuan yang sedang menjalani proses melahirkan.

Dalam Undang-Undang 13 Tahun 2003, hak-hak perempuan disebutkan normatif, (pekerja) melahirkan mendapatkan cuti hingga 1,5 bulan sebelum dan sesudah melahirkan. Di omnibus law dia tidak menemukannya.

Dari draft RUU Omnibus law, aturan cuti hamil untuk buruh perempuan memang tidak dicantumkan. Namun, hal ini bukan berarti omnibus law akan menghapuskan aturan yang tercantum dalam UU sebelumnya. Sebab, omnibus Law ialah UU yang dibuat khusus untuk menyasar satu isu tertentu dalam UU sebelumnya. Dalam hal ini, omnibus law Cipta Lapangan Kerja fokus pada isu penciptaan lapangan kerja. 

Selain itu, dari sejumlah laporan, dalam Bab VII tentang Ketentuan Penutup omnibus law Cipta Lapangan Kerja, Pasal 82 yang tercantum dalam UU Tenaga Kerja tidak termasuk pasal yang dicabut maupun dihilangkan.

Jadi, kesimpulannya ialah sebelum melayangkan protes terhadap suatu masalah, akan lebih baik mengeceknya terlebih dahulu. Bukankah negara juga menyediakan akses bagi warga negara untuk menyampaikan segala aspirasinya. Namun, tetap diharap tidak mengedepankan sikap grusa-grusu dalam bertindak. Lebih lanjut, penerapan skema Omnibus law memang layak untuk didukung sebab tujuan dan fokus utamanya ialah pemerataan kesejahteraan nasional dan meningkatkan perekonomian nasional.

Edi Jatmiko, Penulis adalah pengamat sosial politik


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER