Mewaspadai Penyebaran Paham Radikal di Lingkungan Pendidikan

  • 18 Januari 2020
  • 21:05 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1802 Pengunjung
google

Opini, suaradewata.com - Gerakan penyebaran radikalisme di Indonesia semakin mengkhawatirkan, hal tersebut dikarenakan gerakan tersebut mulai digiatkan di lingkungan kampus. Meski ormas yang menentang ideologi pancasila telah dibubarkan, tetapi keinginan untuk mengubah ideologi tersebut masih ada dan menyasar kaum akademisi.

Pemerintah akan melibatkan banyak pihak dalam upaya melakukan deradikalisasi. Presiden RI Joko Widodo memberikan atensi khusus pada gerakan radikal yang dapat mengancam persatuan bangsa dan negara. Dirinya meminta agar jajarannya melakukan upaya serius dalam mencegah gerakan tersebut.

Masuknya kelompok radikal juga diawali dengan adanya pergerakan Ikhwanul Muslimin. Mereka bergerak secara halus dan cermat pada masa Orde Baru. Sasaran mereka adalah dunia pendidikan. Kampus tampaknya menjadi sasaran karena disanalah mereka dapat menguasai beasiswa bagi program kaderisasinya.

Beberapa tahun kemudian, setelah ikhwanul Muslimin, masuklah Salafi Wahabi dan Hizbut Thahrir ke kampus-kampus. Mereka membentuk ikatan ekslusif dan secara masif menyebarkan ideologinya.

Cara penyebaran ideologi mereka terbilang menarik, bukan hanya karena pada tataran diskusi saja. Namun semua fasilitas disediakan; mulai dari kos, uang bulanan sampai dikenalkan dengan wanita yang menjadi anggota untuk dikawinkan.

Hal itu menunjukkan bahwa permasalahan radikalisme sudah ada sejak lama, meski tidak terlihat, tetapi gerakan senyap mereka telah merambah diberbagai kalangan termasuk mahasiswa hingga PNS.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, untuk memberantas radikalisme dirinya akan melakukan upaya tersebut dengan lintas kementerian, seperti Kementerian PMK yang menaungi bidang ketahanan ideologis dan kebudayaan.

Hal yang paling ditekankan oleh Mahfud adalah kelompok radikal bukan mengacu pada golongan tertentu. Ia pun menghimbau agar pemikiran bahwa orang yang radikal merupakan kelompok agama haruslah dirubah.

Mahfud Menegaskan bahwa radikalisme itu merupakan satu paham yang ingin mengganti dasar dan ideologi negara dengan cara melawan aturan, kemudian merusak cara berpikir generasi baru. Entah orang Islam atau bukan Islam jika melakukan hal itu, patutlah disebut radikal.

Aksi terorisme semakin hari juga terus mengalami peningkatan. Kelompok radikal ini bahkan melibatkan perempuan dan anak-anak dalam menjalankan teror. Tak hanya itu, sasarannya bahkan sudah sampai pejabat negara, seperti kasus penusukan terhadap mantan Menko Polhukam Wiranto yang ditusuk oleh Abu Rara yang merupakan bagian dari kelompok JAD.

Sementara itu, Menteri Agama Fachrul Razi punya cara untuk mengatasi radikalisme. Untuk mengatasi paham-paham radikal masuk ke masyarakat, menurut Fachrul, Kementerian Agama akan menyisisr masjid-masjid dan memberi peringatan kepada pengurus masjid.

Fachrul juga menyatakan, akan bertindak tegas terhadap aparatur sipil negara, pegawai BUMN atau pegawai di lingkungan pemerintah lainnya yang terjangkit paham radikal.

Menag juga menekankan bahwasanya setiap ASN haruslah memiliki kesamaan pandangan dan sikap dalam mencintai NKRI. Fachrul mengingatkan sang pejabat agar tidak mengulangi perbuatannya.

Penertiban ASN yang terpapar radikalisme sepertinya juga mendapatkan dukungan dari BNPT dan BPIP yang telah berkomitmen untuk saling berkoordinasi dalam mengidentifikasi potensi radikalisme.

Di sisi lain, masyarakat yang hendak mendaftar seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2019 haruslah mempelajari satu hal baru untuk menjawab soal-soal dalam tahap seleksi Kompetensi Dasar, hal tersebut adalah pengetahuan seputar antiradikalisme.

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan hal tersebut dilakukan untuk mencegah ASN terpapar paham radikalisme.

Pihaknnya sudah memiliki keinginan untuk memasukkan soal-soal yang berkaitan dengan anti radikalisme seperti itu. Meski porsi pertanyaan seputar radikalisme hanya sedikit dan akan dimasukkan dalam SKD di bagian soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Bahaya laten radikalisme jika terus dibiarkan maka akan dengan mudah merusak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, sehingga paham-paham radikal sudah semestinya dicegah sedini mungkin.

Pemerintah pun semestinya tetap fokus akan adanya serangan dari kelompok radikalisme. Pasalnya, tidak menutup kemungkinan, kelompok radikalisme tersebut akan menyerang disaat pemerintah sedang gencar untuk meredam penyebaran paham radikal.

Sementara itu masyarakat juga harus tetap waspada dengan ajakan untuk anti kepada  Pancasila, jangan sampai paham radikal merusak rasa persatuan di NKRI.

Ismail, Penulis adalah pengamat sosial politik


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER