Aset Daerah Dijadikan "ATM" Pejabat

  • 24 Mei 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 3110 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com - Banyak aset milik Pemprov Bali yang ditutupi keberadaannya. Aset-aset tersebut diduga sengaja diumpet oleh oknum pejabat, untuk kemudian dijadikan "ATM".


Dugaan tersebut dilontarkan Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Bali Dewa Nyoman Rai, di Denpasar, Minggu (24/5). Ia kemudian menyebut salah satu contoh, yakni aset Pemprov Bali di Hotel Bali Hyatt Sanur, untuk menguatkan dugaannya ini.

Menurut dia, ada kesan yang sangat kuat bahwa aset berupa lahan (DN71 dan DN72) itu justru terkesan ditutup-tutupi keberadaannya. Ia mencurigai, aset yang memang bermasalah ini sengaja didiamkan, sehingga menguntungkan pejabat yang bermain.

"Ada indikasi, pejabat yang bermain. Sebab rata-rata aset yang keberadaannya ditutup-tutupi justru berada di daerah yang penghasilannya tinggi, seperti Hotel Bali Hyatt," tandas Dewa Rai.

Dikatakan, dari temuan Pansus Aset DPRD Provinsi Bali periode 2009-2014, jelas-jelas menyebutkan bahwa ada saham dan aset milik Pemprov Bali di Hotel Bali Hyatt Sanur. "Saya juga punya fakta, bahwa Pemprov Bali memiliki aset di sana dalam bentuk saham dan lahan DN71 dan DN72 seluas 2,7 hektar," urainya.

Menurut Dewa Rai, jika aset tersebut dirupiahkan dengan perkiraan harga lahan sebesar Rp2 miliar per are, maka aset Pemprov Bali di Hotel Bali Hyatt adalah senilai Rp54 miliar. "Sayangnya, semua itu tidak jelas. Aset ini terkesan ditutupi, karena ada pejabat yang mencari keuntungan di sana. Aset itu dijadikan semacam ATM," tuding anggota Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali itu.

Aset lainnya yang dicurigai disembunyikan keberadaannya dan menjadi "ATM" oknum pejabat adalah aset Pemprov Bali di BTDC Nusa Dua. Dari Pansus Aset dewan periode sebelumnya, juga diketahui bahwa di kawasan wisata elit tersebut ada aset milik Pemprov Bali di dalamnya.

"Tetapi karena ada pejabat yang bermain, maka penerimaan daerah dari BTDC justru hanya Rp7 miliar per tahun. Ini tidak masuk akal. Kalau saja tidak ada permainan di sana, semestinya daerah bisa terima hingga Rp50 miliar dari BTDC," tegas Dewa Rai.

Yang paling mencengangkan juga, lanjut Dewa Rai, terkait keberadaan aset Pemprov Bali di Pantai Brawa, Badung. Aset tersebut malah digunakan untuk restoran oleh pemilik hotel-hotel yang ada di sekitarnya. Mereka membangun, karena ada pejabat di Badung yang terbitkan HPL.

"Ini yang tidak masuk akal. Pejabat di Badung yang tidak punya kewenangan, kok keluarkan HPL di sana. Seharusnya, pejabat Pemprov Bali yang memiliki kewenangan keluarkan HPL, karena itu adalah aset Pemprov Bali," ujarnya.

Dewa Rai curiga, baik proses penerbitan HPL maupun pendapatan lainnya dari aset tersebut, masuk kantong sang pejabat di Badung yang mengeluarkan HPL. "Ini yang harusnya dikejar oleh Pansus Aset DPRD Bali," ujar Dewa Rai.

Ia mengaku sangat kecewa, karena Pansus Aset justru memilih berkeliling ke kabupaten dan kota untuk menangani persoalan aset ini. Sementara aset-aset yang bernilai tinggi dan jelas-jelas adalah milik Pemprov Bali namun tak jelas nasibnya, justru tak disentuh Pansus Aset.

"Apa yang dilakukan Pansus Aset keliling ke kabupaten dan kota, sangat tidak tepat sasaran dan tidak tepat guna. Lebih baik Pansus Aset urus saja yang sudah jelas permasalahannya, daripada kerjakan hal-hal yang kontraproduktif," pungkasnya. san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER