Jembatan EIGER & Vertical Rescue Indonesia Membentang 140 Meter Sambungkan Dua Desa di Pelosok Tasik
Kamis, 15 Februari 2024
17:00 WITA
Nasional
2781 Pengunjung
Jembatan gantung sumbangan dari Eiger Indonesia membentang sepanjang 140 meter di Sungai Ciwulan, menghubungkan Desa Cisempur dan Desa Mandalahurip. Sumber : Eiger Indonesia
Wisata, suaradewata.com - Sungai dengan panjang sekitar 114 kilometer ini erhulu di Kabupaten Garut, membentang sepanjang Kota dan Kabupaten Tasikmalaya hingga bermuara di Samudera Hindia. Dikenal sebagai Sungai Ciwulan, menjadi berkah sekaligus tantangan bagi ribuan warga, khususnya bagi warga di dua desa yang terbelah oleh aliran sungai besar, yakni Desa Cisempur Kecamatan Cibalong, dan Desa Mandalahurip Kecamatan Jatiwaras, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Sepanjang perbatasan kedua desa ini, Sungai Ciwulan memiliki lebar kurang lebih 100-150 meter, memisahkan ribuan warga di dua desa pelosok Kabupaten Tasikmalaya. Problemnya adalah kesulitan akses warga di Desa Cisempur dan Desa Mandalahurip, mereka harus memutar jauh dengan jarak 5-8 kilometer untuk menyeberang di jembatan yang berada di jalan utama.
“Banyak anak-anak sekolah dan guru di Desa Mandalahurip terpaksa, daripada memutar jauh mereka menyeberang sungai menggunakan rakit, menantang arus sungai yang deras, menuju sekolah di Desa Cisempur,” ujar Didi Setyadi, Kepala Desa Cisempur.
Berawal dari cerita inilah, Vertical Rescue Indonesia dan EIGER Adventure, berkolaborasi dengan Prajurit Brigif 13 Kostrad dan seluruh elemen masyarakat dari dua desa, bahu membahu membangun sebuah jembatan gantung, membentang sepanjang 140 meter.
Galih Donikara selaku Manager EIGER Adventure Service Team mengatakan, jembatan di Desa Cisempur adalah jembatan ke-8 yang dibangun EIGER bersama Vertical Rescue Indonesia. Jembatan yang disumbangkan EIGER untuk masyarakat, khususnya di berbagai wilayah pelosok di Indonesia.
“Bakti EIGER sejak tahun 1989 lahir sebagai brand perlengkapan luar ruang made in Bandung, Jawa Barat. EIGER ikut membangun jembatan bersama Vertical Rescue Indonesia. Jembatan untuk berinteraksi, berkomunikasi dan berkolaborasi. Harapan kami, jembatan ini menjadi inspirasi, untuk membantu orang lain, menyeberangkan, meneruskan impian anak bangsa, agar negeri ini menjadi negeri yang terhormat, bermartabat, sejahtera lahir dan batin,” ungkap Galih Donikara.
Jembatan ini memiliki bentangan sepanjang kurang lebih 140 meter, dibangun dengan konstruksi gantung, dipimpin langsung oleh Tedi Ixdiana selaku Komandan Vertical Rescue Indonesia. Meresmikan langsung jembatan ini pada pekan pertama Februari 2024 lalu, Tedi Ixdiana mengatakan, Jembatan gantung di Desa Cisempur menjadi jembatan ke-185 di 19 provinsi yang dibangun oleh ia dan timnya, rangkaian dari ekspedisi 1.000 Jembatan Gantung untuk Indonesia, inisiasi oleh Vertical Rescue Indonesia.
“Jembatan ini dibangun bersama EIGER, Prajurit Brigif 13 Kostrad dan ribuan masyarakat. Hasil gotong royong semua pihak, warga Desa Cisempur dan Mandalahurip tidak perlu memutar jauh lagi untuk sekolah, mengajar, berkebun dan beraktivitas,” ujar Tedi.
Tedi menceritakan, jembatan gantung sepanjang 140 meter dibangun dengan teknologi sederhana temuan dari Vertical Rescue Indonesia. Total waktu pembangunannya hanya membutuhkan kurang lebih 2-3 minggu pengerjaan.
“Ini jembatan gotong royong, dengan teknologi sederhana yang didukung oleh EIGER Adventure, material batu kali yang diambil dari sekitar sungai seberat 1,5 ton dibenamkan ke dalam pondasi, total ada 10-12 batu dibenamkan, lalu diikat sling baja yang saling mengikat. Terima kasih untuk para masyarakat dan Prajurit Brigif 13 Kostrad yang bahu-membahu membangun dan nantinya akan merawat jembatan ini,” kata Tedi.
Ikut meresmikan jembatan Danbrigif Raider 13/Galuh Rahayu, Kolonel Inf Jimmy T.P. Sitinjak mengucapkan terima kasihnya untuk seluruh pihak yang terlibat.
“Kolaborasi semua pihak, termasuk oleh pasukan prajurit Brigif 13/Kostrad, saya ucapkan terima kasih, terbangunnya jembatan ini adalah doa masyarakat. Kesulitan masyarakat untuk sekolah, mengajar, menjual hasil bumi karena harus memutar jauh, kini sudah teratasi. Jarak dua desa jadi lebih dekat tanpa perlu menyeberang sungai menumpang rakit bambu,” ujar Kolonel Inf Jimmy T.P. Sitinjak. rls/gus/ari
Komentar