Popularitas Bukan Jadi Jaminan Menang
Sabtu, 23 Mei 2015
00:00 WITA
Denpasar
3426 Pengunjung
Denpasar, suaradewata.com - Dalam setiap hajatan Pemilu, baik Pemilu Kepala Daerah (Pilkada), Pemilu Presiden (Pilpres) maupun Pemilu Legislatif (Pileg), partai politik umumnya menggunakan beberapa tolok ukur untuk menentukan kandidat. Salah satunya adalah popularitas figur.
Figur yang populer, akan memudahkan partai untuk "menjual" ke masyarakat selama masa kampanye. Setidaknya, banyak yang berkeyakinan, dengan nama besarnya, figur yang populer sudah dikenal luas masyarakat.
Hanya saja menurut Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Bali Nengah Tamba, popularitas saja tidak menjadi jaminan bagi seseorang untuk memenangkan pertarungan di panggung Pemilu. Ada banyak faktor lain yang juga turut berpengaruh, sehingga tak jarang figur yang populer justru kalah.
"Banyak fakta di lapangan, bahwa popularitas bukanlah jaminan untuk menang," kata Tamba, menjawab pertanyaan seorang mahasiswa FISIP Universitas Udayana, saat memberikan kuliah umum di Kantor DPD Partai Demokrat Bali, di Renon, Denpasar, Sabtu (23/5).
Tamba yang didampingi Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI Putu Sudiartana, menyebut, untuk bisa menang dalam sebuah pertarungan di pentas Pemilu, maka elektabilitas figur cukup penting. "Kalau populer saja dan tidak diikuti dengan elektabilitas, maka sulit untuk menang," ujar Tamba, yang juga Ketua Komisi III DPRD Bali.
Politisi Partai Demokrat asal Jembrana itu menambahkan, ada banyak pengalaman tentang survei popularitas dan elektabilitas kandidat sebelum bertarung. Hasil dari survei tersebut, umumnya positif.
"Hasil survei misalnya, figur tersebut sangat populer. Namun survei juga bukan garansi. Sebab ada juga hasil Pemilu yang kadang berbalik dari hasil survei," tegas Ketua Kadin Bali Golf Club itu.
Diakuinya, ada banyak faktor sehingga figur yang populer justru gagal di arena pertarungan. Misalnya, jarang berkomunikasi dengan konstituen atau belum memberikan bukti apapun dalam bentuk karya nyata kepada masyarakat.
"Permainan lawan bisa juga jadi sebab lain. Biasanya satu minggu jelang coblos adalah perang yang sesungguhnya. Bisa saja lawan mengobrak-abrik suara figur yang populer di basisnya dengan berbagai cara, termasuk membeli suara," pungkas Tamba.
Kuliah umum di DPD Partai Demokrat yang berlangsung selama dua hari ini merupakan gagasan FISIP Universitas Udayana. Targetnya, mahasiswa akan mendapatkan pengalaman dari para politisi secara langsung.
"Pengalaman para politisi tersebut nantinya akan mereka bandingkan dengan teori yang sudah mereka dapatkan di bangku kuliah," kata Pendamping Mahasiswa FISIP Universitas Udayana M Ali Azhar, disela kuliah umum ini.
Diakuinya, kuliah umum dengan roadshow ke partai-partai yang meraih kursi di DPRD Bali, akan menambah wawasan mahasiswa. Sayangnya, dari total delapan partai yang mereka ajukan untuk kegiatan ini, hanya Partai Demokrat yang "membuka pintu".
"Kami sudah berikan surat resmi. Tetapi hanya Partai Demokrat yang merespon. Mudah-mudahan ke depan pimpinan partai politik bisa memberikan ruang seperti ini, karena pendidikan politik juga merupakan tugas penting bagi partai politik," pungkas Azhar. san
Komentar