Pidato Politik Mega Dipuji Juga Dikritik
Jumat, 10 April 2015
00:00 WITA
Denpasar
3167 Pengunjung
Denpasar, suaradewata.com - Pidato politik Megawati Soekarno Putri saat pembukaan Kongres IV PDIP, mendapat apresiasi dari banyak kalangan. Hanya saja walaupun dipuji, pidato politik ketua umum DPP PDIP itu tetap saja menuai kritikan.
Agung Putri Astrid, dari Semeton Jokowi misalnya, menyebut pidato politik Megawati sebagai suntikan ideologi kepada Presiden Jokowi dalam menjalankan pemerintahan. Ia juga menegaskan, PDIP dan relawan, senantiasa mendorong agar pemerintahan Jokowi dapat mewujudkan Nawa Cita.
"Semeton Jokowi sangat mengapresiasi pidato Ibu Megawati. Karena dengan begitu, pernyataan politik itu membantu memberikan arahan yang lebih tegas terhadap visi-misi pemerintahan Jokowi, yang sudah merumuskan Nawa Cita," tuturnya, dalam siaran pers yang diterima suaradewata.com, di Denpasar, Jumat (10/4).
Astrid juga menganggap, pidato politik tersebut sebagai desakan kepada pemerintah untuk segera melaksanakan amanat dari Bung Karno yakni Tri Sakti. Hal itu, menurut dia, secara tidak langsung disampaikan Megawati dengan meminta pemerintah untuk segera menguasai sumber daya yang ada, terutama masalah minyak dan gas bumi (Migas).
"Nawa cita menyatakan pentingnya untuk berdiri di atas kaki sendiri, khususnya penguasaan dan pengendalian perusahaan negara. Dan lebih khusus lagi tentang minyak,” ujar Astrid.
Sementara itu, pujian atas pidato politik Megawati juga disampaikan Ketua Setara Institut, Benny Susetyo dan aktivis dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti. Kepada wartawan di Sanur, Denpasar, Jumat (10/4), baik Benny maupun Ray, menilai bahwa pidato politik Megawati cukup baik.
Hanya saja, ada beberapa di antaranya yang masih butuh penjelasan. Khusus sentilan Megawati terhadap Jokowi dalam pidato politik tersebut, Benny menyebutnya sebagai hal wajar.
"Apa yang disampaikan Megawati, sama dengan teguran dari ibu untuk anaknya. Ibu yang mencintai anaknya," tutur Benny.
Sementara Ray, menilainya dari sudut pandang berbeda. Ia menyebut, pidato politik Megawati terlalu vulgar. "Pidato Megawati, sepantasnya tidak diungkapkan secara vulgar. Sebab mayoritas mengeritik kinerja Jokowi selama enam bulan terakhir," kata Ray.
Ia menyebut, kritik Megawati terhadap Jokowi begitu terbuka. Bahkan, kritik tersebut cukup ramai diperbincangkan publik di media sosial.
"Seharusnya, hal-hal vulgar seperti itu tidak disampaikan di forum terbuka seperti kongres. Itu bisa disampaikan dalam rapat internal partai pengusung dengan Presiden Jokowi," pungkas Ray.
Ray juga mengeritik tuduhan Megawati dalam pidato politiknya, terkait adanya gerakan deparpolisasi. Ia berpandangan, tudingan deparpolisasi ini arahnya tidak jelas. Sebab, Ray justru berpandangan, saat ini gerakan civil society justru menghendaki tumbuh suburnya partai politik di tanah air.
Namun di sisi lain, partai-partai yang saat ini ada, justru berkeinginan untuk mengurangi jumlah partai politik. Ini dibuktikan dengan parlementary threshold yang bahkan diperjuangkan oleh beberapa partai politik untuk dinaikkan.
"Bahkan dalam catatan kami, PDIP juga partai yang paling getol menyuarakan agar parlementary threshold ini dinaikkan," beber Ray.
Ia pun meminta Megawati, untuk lebih memperjelas maksud gerakan deparpolisasi ini. "Ini harus dijelaskan lagi oleh PDIP dan Megawati, karena arahnya tidak jelas," pungkasnya. san
Komentar